CARA MENGAPRESIASI CERPEN DUNIAKU HARTAKU
Cerpen adalah cerita pendek,
jenis karya sastra yang memaparkan kisah ataupun cerita tentang manusia beserta
seluk beluknya lewat tulisan pendek. Atau definisi cerpen yang lainnya yaitu
merupakan karangan fiktif yang isinya sebagian kehidupan seseorang atau juga
kehidupan yang diceritakan secara ringkas yang berfokus pada suatu tokoh sja.
Maksud dari cerita pendek disini ialah ceritanya kurang dari 10.000 (sepuluh
ribu) kata atau kurang dari 10 (sepuluh) halaman. Selain itu, cerpen hanya memberikan
kesan tunggal yang demikian dan memusatkan diri pada satu tokoh dan satu
situasi saja
Sebelum mengapresiasi Cerpen
berikut Kutipan Lengkap Cerpen Duniaku Hartaku yang ditransit dari video Pembacaan cerpen yang
dibacakan oleh Teguh Setyorini.
Dunia ini sangat kental dengan yang namanya uang. Uang
merupakan zat pewarna yang selalu menghiasi indahnya kehidupan manusia setiap
detiknya. Uang juga dapat menjadi racun dunia bagi makhluknya yang menyembah
keindahan dan kemilaunya.
Tuti masih terduduk diam dalam lamunannya. Dia sangat menikmati indahnya
khayalan itu, hingga diapun tak sadar kalau di sampingnya sudah ada seseorang
yang boleh dibilang sangat mengejutkan dirinya, seseorang yang salah satu
muncul di setiap lamunannya. Seseorang yang selalu menghantui di setiap
angan-angannya, sebut saja Rendi, laki-laki yang sangat kaya, laki-laki yang
sangat tahu akan kebutuhan wanita zaman sekarang, laki-laki yang menjadi idaman
wanita baik kalangan bawah maupun kalangan atas.
“Hei…!!!” Tiba-tiba Rendi menyadarkan lamunan Tuti.
“Eh…ehm…kamu Ren? Bikin kaget aja deh, ngapain ke sini?” Tanya Tuti.
“Ciah….ngelamunin apa ni? Kayaknya seru banget deh, ikut dunk!” goda Rendi.
“ Ngelamunin jadi…..apa ya? udah ah…mau tahu aja kamu. Mau ke mana?
“Biasa…jalan yuk!!!ajak Rendi.
“Jalan ke mana? Aku sih mau aja asal seperti biasa juga. Pinta Tuti (sambil
tersenyum nakal)”.
“Iya tahu lah, nggak mungkin dunk aku yang ngajak tapi membiarkan cewek yang
bayar semuanya, udah kamu tenang aja, kamu mau apa aja pasti aku kasih deh”.
Rendi meyakinkan Tuti.
“Oce deh, makasih ya sahabatku tersayang”. Rayu Tuti.
Hari itu, Tuti dan Rendi asyik dengan acara mereka, asyik dengan belanjaan,
Rendi pun tidak segan-segan untuk membayar semua belanjaan Tuti karena
menurutnya tidak menuruti kehendak Tuti sama saja dengan tidak beribadah satu
tahun. Rendi selalu memanjakan Tuti dengan segala keperluan yang dibutuhkan
Tuti, Rendi tidak pernah mempermasalahkan apa yang sudah ia berikan untuk
sahabatnya itu. Namun, dibalik semua kebaikan yang ia lakukan Rendi menyimpan
imbalan yang suatu saat nanti Tuti harus menggantikannya, imbalanya yang harus
dituruti Tuti.
“Ren, makasih ya atas semuanya”, ucap Tuti.
“Udah nggak usah dipikirin, aku senang kok bantuin kamu, buat aku itu adalah
kewajibanku untuk memenuhi kebutuhanmu, eits….jangan tersinggung dulu, aku
tidak pernah menganggap kamu remeh, atau apalah, aku ngelakuin ini semua untuk
kamu”.
“Makasih Ren, aku tahu mungkin kalau tidak karena kamu aku tidak akan bisa
memiliki ini semua, karena kamu tahu sendiri, uangku hanya cukup untuk makan
senin kamis, itu aja kadang aku makan sama kamu”. Keluh Tuti
Seiring berjalannya waktu, maka sering pula pertemuan itu mereka lakukan
sehingga tidak disangka terpupuk juga rasa-rasa diantara mereka, tapi walaupun
mereka tidak saling mengungkapkan, mereka tahu apa yang mereka rasakan adalah
perasaan yang sama, perasaan yang selalu ingin bersama, perasaan yang selalu
membuat mereka tidak ingin jauh dari satu sama lain.
Hingga tiba pada waktunya terjadi hal-hal yang membuat mereka tidak bisa untuk
menerima semua kenyataan ini, rendi akan dibawa orang tuanya untuk pindah
keluar kota, mereka sama-sama tidak ingin hal itu terjadi, sehingga membuat
mereka harus melakukan sesuatu, terlebih-lebih Tuti, dia sangat takut
kehilangan rendi, karena selain dia mencintai Rendi dia juga tidak munafik akan
apa yang dimiliki Rendi, Tuti pun dengan segala nafsu yang terjadi pada dirinya
berani untuk melakukan perbuatan yang sangat hina, dia menyerahkan semua
keperawanannya untuk Rendi tidak lain dan tidak hal agar dia selalu bersama
Rendi, begitupun dengan Rendi, ibarat kata pepatah, buah yang ada di pohon saja
masih sanggup diambil untuk dinikmati hasilnya, apalagi buah yang sudah
disuguhkan di depan mata tidak mungkin akan ditolaknya.
Dengan perasaan yang sangat menyesal perbuatan mereka diketahui orang tua
mereka. Namun walaupun mereka telah melakukan perbuatan yang sangat hina itu,
orang tua Rendi tetap akan membawa Rendi pergi ke luar kota, karena menurut
orang tua Rendi kalau sampai Rendi masih terus bersama Tuti maka Rendi tidak
akan pernah bahagia. Rendi dan Tuti sangat bingung apa yang harus mereka
perbuat, mereka tidak ingin berpisah, tapi apa jua orang tua yang harus memaksa
mereka agar tetap tidak berhubungan lagi.
“Maafkan aku Tuti, bukan aku yang menginginkan ini semua, aku ingin kita selalu
bersama, canda tawa bersama, dan hidup bersama”, ungkap Rendi di stelpon.
“Tapi Ren, gimana dengan aku, apa kamu tidak kasihan padaku, apa kamu tidak
tersentuh sedikitpun untuk berpikir dan membicarakan baik-baik dengan orang
tuamu, aku tidak ingin kita berpisah (tabgis Tuti makin menjadi).
“Bukan aku tidak mau Tuti, tapi aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan, “
jawab Rendi.
Dengan terpaksa Rendi menutup gagang teleponnya.
Keesokan harinya Tuti mendengar kabar kalau Rendi sudah tidak ada lagi, Rendi
sudah pindah ke luar kota, Tutipun sangat kecewa kepada Rendi. Karena tak
sedikitpun Rendi mempertahankan perjuangan mereka, hingga akhirnya Tuti pun
memaksa untuk mencari tahu alamat Rendi sebenarnya. Dalam pencariannya itu,
Tuti tidak sia-sia karena Tuti menemukan Rendi di salah satu Supermarket, di
sana rendi sangat terkejut dengan apa yang dilihatnya.
“Rendi!!!” panggil Tuti
“Rendi tunggu!” pinta Tuti.
“Tuti, kok kamu bisa ada di sini?” Tanya Rendi kaget.
“Rendi, aku ingin bicara sebentar dengan kamu, aku minta waktumu sedikit saja,
setelah itu aku janji aku tidak akan mengganggumu lagi.” Pinta Tuti.
“Baiklah, kita cari tempat yang lebih nyaman,” ajak Rendi.
“Ren, maafkan aku bila menurutmu aku lancing untuk menemuimu, tapi aku sangat
membutuhklanmu Ren, aku janji setelah ini aku tidak akan mengganggumu lagi”.
Lirih Tuti
“Ada apa Tuti? Sepertinya kamu sangat membutuhkan pertolonganku”. Tanya Rendi
lagi
“Ren, aku mohon padamu, aku butuh bantuanmu, jujur aku malu harus bicara apa
padamu, tapi aku ras aku harus mengatakan ini semua, Ren…aku butuh uang, karena
ibuku sangat membutuhkannya, ibuku terlilit hutang dengan rentenir, pabila kami
tidak membayar hutang-hutang itu, maka aku yang akan menjadi taruhannya, aku
yang harus menikah dengan rentenir itu, aku tidak mau Ren”, isak Tuti.
“Tuti, aku pasti akan membantumu, kamu tenang saja, aku tidak mungkin
membiarkanmu tersiksa dari semua masalah ini.”
“Makasih Ren, aku janji aku tidak akan meminta pertanggungjawaban apa-apa
denganmu karena aklu juga tahu kalau aku yang salah, aku yang sudah
menyerahkannya tubuhku untukmu, bukan kamu yang memintanya”
“Eits…..kamu jangan bicara seperti itu Tuti, aku sangat bersalah apa yang sudah
aku lakukan padmu, tidak seharusnya aku menuruti semua nafsuku, tidak
seharusnya aku meninggalkanmu setelah apa yang aku lakukan pada u, aku sangat
menyesal Tuti.
“Sudahlah Ren, kamu tidak salah, aku tidak akan menuntut apa-apa darimu, aku
datang ke sini hanya butuh bantuanmu agar hutang-hutang ibuku lunas, dan aku
tidak dinikahkan pad rentenir itu, rentenir jelek, rentenir bodoh, dan rentenir
sombong itu. Ucap Tuti.
“ Sudahlah Tuti, ini aku ada sedikit uang untuk membantumu semoga uang ini
cukup untuk membayar semua hutang-hutang ibumu”.
“Makasih Ren, jujur aku sangat malu atas apa yang aku lakukan, aku malu
seolah-olah, apa yang aku lakukan ini adalah sebagai bentuk penjualan diri”.
“Tuti, kamu tidak boleh bicara seperti itu, maafkan aku Tuti, aku memang
laki-laki tidak jantan yang lari dari tanggung jawab, aku janji aku pasti
bertanggungjawab atas semua perbuatanku.” Ucap Rendi.
“Maksih Rendi, kalau kamu memang benar-benar ingin bertanggungjawab, aku tidak
tahu harus ku letakkan di mana mukaku ini. Dengan berlinang air mata Rendi
memluk Tuti.
“Oh, Tuhan terima kasih atas semua karuniamu, maafkan aku Tuhan yang salah
dalam melangkah. Maafkan aku yang selalu tidak pernah mengahrgai apa yang sudah
aku miliki, maafkan aku Tuhan yang sudah mengecewakan-Mu, orang tuaku dan orang
yang berada di sekitarku.” Lirih Tuti dalam hati.
“Harta benda yang tak punya batas, membunuh manusia perlahan dengan kepuasan
yang berbisa. Kasih sayang membangunkannya dan pedih perih nestapa membuka jiwanya.”
Untuk mengapresiasi Cerpen "Duniaku
Hartaku" ada beberapa pertanyaan yang harus kita jawab diantaranya a)
apakah tema cerpen Duniaku Hartaku; b) bagaimana Penokohan cerpen Duniaku
Hartaku; c) bagaimana perwatakan cerpen Duniaku Hartaku; d) bagaimana plot atau
alur cerpen Duniaku Hartaku, e) Bagiamana setting atau latar cerpen Duniaku
Hartaku, f) apakah amanat yang terkandung dalam cerpen Duniaku Hartaku; dan g)
Bagaimana sudut pandang pengarang dalam cerpen Duniaku Hartaku
No comments:
Post a Comment